Di
penghujung tahun lalu.
Aku begitu gelisah dengan pekerjaan
baruku, lingkungan baru, teman-teman baru. Rasanya pada saat bersamaan banyak sekali hal yang harus aku pelajari
yang membuat isi kepalaku semakin cepat terasa
lelah.
Suatu siang,
saat jam istirahat.
Tiba-tiba ponselku berbunyi , aku tidak mengenal nomor yang tertera, tapi kucoba menerimanya . Suara seorang pria yang asing, "Hallo, Ibu Mey, saya dari Bank, mau menawarkan kartu kredit".
Jawabku "Terima kasih atas penawarannya, tapi saat ini saya tidak membutuhkan tambahan kartu kredit lagi".
Tanyanya lagi "Kenapa, bu"
Jawabku "Terima kasih ya…"
Terdengar suara tertawa di seberang sana.
Tiba-tiba ponselku berbunyi , aku tidak mengenal nomor yang tertera, tapi kucoba menerimanya . Suara seorang pria yang asing, "Hallo, Ibu Mey, saya dari Bank, mau menawarkan kartu kredit".
Jawabku "Terima kasih atas penawarannya, tapi saat ini saya tidak membutuhkan tambahan kartu kredit lagi".
Tanyanya lagi "Kenapa, bu"
Jawabku "Terima kasih ya…"
Terdengar suara tertawa di seberang sana.
"Loh, kok Bapak tertawa, ini siapa ya?"
"Gue, Hadee...., masih ingat kan?"
Serta merta akupun ikut tertawa dan kami melanjutkan pembicaraan dengan santai.
Dee….
Setelah
menerima telpon pertama itu, hatiku begitu senang dan teramat sangat gembira,
karena aku menemukan salah satu teman lama yang telah 20 tahun menghilang.
Hari-hari
berikutnya secara rutin kita slalu berkomunikasi, banyak hal yang kitai
bicarakan, sering berbagi cerita indah dan lucu. Seiring berjalannya waktu dan
kebersamaan kita, aku rasa sudah seharusnya aku berterima kasih padamu karena
kau telah membantuku melewati masa-masa sulitku
saat beradaptasi pada lingkungan kerja dan teman-teman baru.
Perhatianmu,
candamu, membuat aku selalu menunggu
telpon darimu, bahkan jika kau tidak menelepon, aku yang berinisiatif
untukmeneleponmu. Rasanya aku tidak bisa
melanjutkan hidupku, jika tidak mendengar suaramu dalam sehari saja.
Dee….
Mungkin
engkau tidak menyadari atau bahkan tidak menyangka sama sekali bahwa
perlakuanmu beberapa waktu ini telah membuat aku merasa sangat tersanjung. Saat
kita berbagi pengalaman tentang kehidupan yang saat ini kita jalani pun di saat-saat kita mengurai masa lalu yang pernah
kita lewati dalam kebersamaan yang penuh dengan suka cita sebagai remaja belia
pada umumnya.
Tahukah
engkau dee…
Saat-saat
itulah kau menebar bibit bibit cinta pada hatiku dan akupun menerimanya dengan suka cita
sehingga bibit cinta yang kau semaikan
bertumbuh subur dalam sebuah ruang di hatiku.
Dan tahukah
engkau bahwa hatiku meluap-luap saat engkau bertanya maukah aku menjadi pacarmu.
Disaat
ini, di saat usiaku hampir mendekati angka empat puluh tahun, haruskah aku menerima cintamu? atau
mampukah aku untuk mengabaikan atau
bahkan menolaknya? Sungguh-sungguhkah kau mengucapkan hal itu dee? Dan cinta dalam bentuk apa yang sesungguhnya
kau inginkan dariku? Tolonglah engkau bantu aku untuk menjawabnya.
Bahkan, mungkinkah
aku bisa menerima cintamu saat ini. Disaat kehidupan dan hatiku telah berbagi
dengan orang lain, kaupun tahu dee, bahwa saat ini aku adalah ibu dari dua
orang putra dan istri dari seorang laki-laki baik.
Dee….
memikirkan semua ini membuat aku merasa sangat nelangsa. Rasa itu pula yang
kurasakan beberapa minggu ini, hingga akupun heran dengan rasa hati yang
mendera dalam benakku yang seolah enggan beranjak sedikitpun.
Ohh dee,
kenapa kau mempermainkan perasaanku seperti ini? kesengajaankah? atau
kekhilafankah? kau tak pernah mau menjawab saat aku bertanya tentang perasaanmu
padaku, yang kuingat dalam sebuah
percakapan kau bilang bahwa dalam hal ini kau tidak boleh memakai perasaan
karena rasa yang kau punya telah dimiliki oleh orang lain.
Tahukah
engkau bahwa kata-kata itu seolah bagai
sembilu yang dengan sengaja telah kau torehkan
tepat mengenai hatiku.
Engkau hadir disaat kehidupan
perkawinanku mulai terasa hambar dan sedikit
membosankan. Kehadiranmu seolah memberi
warna lain dalam keseharianku. Aku bagaikan ranting kering saat kau
temukan, dengan perhatian juga cintamu kau pelihara ranting itu sehingga
menjadi sebuah pohon dengan daun yang mulai bertumbuhan dan menghijau. Lalu kemanakah
cinta ini akan kau bawa? Dalam wujud apa
cinta ini akan kau pertahankan? Masihkah engkau berpendapat bahwa hubungan yang
kita jalin ini tidak boleh dengan perasaan, begitukah?? bagimu itu mungkin saja, tapi ternyata tidak
sama halnya dengan aku, karena
sesungguhnya di saat ini hatiku berkata bahwa aku sangat mencintaimu. Bahwa
rasa cinta yg ada dalam hatiku saat ini begitu dalam hingga menyentuh relung
hatiku dan indahnya sungguh sangat tak
terkatakan.
Tahukah
engkau dee…
Saat itu, saat rindu begitu mendera di hatiku, membuat aku pada akhirnya memutuskan untuk
menemuimu selepas jam kerja.
Kita makan malam di sebuah warung tenda, obrolan yang hangat, disertai canda dan kedipan matamu, semuanya terasa indah. Cuaca pun sepertinya begitu cerah, angin malam berhembus dengan ceria, memainkan anak rambutku.
Kita makan malam di sebuah warung tenda, obrolan yang hangat, disertai canda dan kedipan matamu, semuanya terasa indah. Cuaca pun sepertinya begitu cerah, angin malam berhembus dengan ceria, memainkan anak rambutku.
Tetapi…
setelah pertemuan terakhir itu, kenapa engkau begitu berubah? adakah salah yang telah aku lakukan ataukah ucapan yg sekiranya membuat hatimu menjadi terluka?
setelah pertemuan terakhir itu, kenapa engkau begitu berubah? adakah salah yang telah aku lakukan ataukah ucapan yg sekiranya membuat hatimu menjadi terluka?
Dee… Maafkan jika saat itu aku menolak cumbuanmu.
Sejujurnya aku ingin sekali menikmati belaian dan juga pelukanmu,
hanya saja nuraniku saat itu berkata, "sanggupkah aku melakukannya?
Sejujurnya aku ingin sekali menikmati belaian dan juga pelukanmu,
hanya saja nuraniku saat itu berkata, "sanggupkah aku melakukannya?
Dee…
Betapapun salahnya rasa ini, betapapun cinta ini sungguh sangat tidak
tepat, ketahuilah bahwa aku tidak bisa menghindarinya, seolah nyata
dan sangat indah, meletup-letup mempermainkan rasa di hatiku. Lalu mengapakah
cinta ini menjadi begitu dalam
bersemayam dalam hatiku? terkadang aku membayangkan, kalau saja
pertemuan kita terjadi di saat lalu, di saat kita berdua belum terikat perkawinan dengan pasangan kita masing-masing.
Mungkinkah cerita ini akan menjadi berbeda? Mungkinkah aku akan mendapatkan
cinta yg sesungguhnya dari hatimu? akupun pernah menanyakan hal ini padamu, dan kau
menjawab dengan sangat datar.
Dee…
betapapun sulitnya hati ini
berpaling dari rasa cinta kepadamu. Kenyataannya adalah aku dihadapkan pada
satu kehidupan yang nyata, yaitu pada kehidupan
yang sesungguhnya bahwa saat ini aku adalah seorang ibu dan seorang istri yang
memiliki tanggung jawab untuk keluarga kecilku.
Namun, selain
mencoba untuk menghilangkan rasa cinta ini adakah pilihan yg lebih baik lagi untukku?
yang akan membuat aku merasa bahagia walaupun kutahu sangat mustahil bagiku untuk
dapat memilikimu.
Dee…
adakah sedikit rasa cinta yg bisa kau bagi untukku? sebagai penawar rasa sakit
yg pernah kau torehkan pada hati ini?
Namun Dee…
betapapun
sakitnya hati ini untuk menjauh darimu, sepertinya hal inilah yang terbaik yang
harus aku lakukan. Naluriku sebagai seorang ibulah yang pada akhirnya membuatku tersadar bahwa aku tidak ingin
menyakiti hati anak-anakku dan suamiku demi rasa cinta ini. Juga naluriku sebagai seorang ibulah yang membuat
aku mengalah demi menyelamatkan keluarga kecilku.
Cinta yang
sempat hadir sesaat dalam hati ini akan
aku simpan di dalam sudut ruang kecil hatiku yang paling dalam, kukunci dengan segenap perasaan cinta dan
rasa bersalah yang berbaur menjadi satu.Dan sejujurnya, aku buang kunci itu dengan penuh linangan air
mata……………
----the END—
1st Cerpen yg
aku tulis.. cerpen atau apa gitu yah? gak tau deh... terbawa perasaan dan pengen aja nulis kejadian tersebut. Ide cerita dari seorang sahabat yang katanya tengah mengalami ‘puber
kedua’ ?? adakah itu benar adanya?? entah ya…
Omg puberrrr oh puberrrr....
ReplyDelete